Kebaya merupakan busana tradisional Indonesia, yang dalam pengklasifikasiannya termasuk dalam golongan baju panjang. Adapun pengertian kebaya, yaitu :
- Ferry Setiawan (2009) menjelaskan “kebaya berasal dari perkataan Arab "habaya" artinya pakaian labuh yang memiliki belahan di depan” (h.6).
- Judi Achjadi (seperti dikutip Frida, 2011) Kebaya adalah sebuah blus berlengan panjang yang dipakai di sebelah luar kain atau sarung yang menutupi sebagian dari badan.
Anne Avantie (2012) berpendapat bahwa:Kebaya merupakan salah satu busana perempuan melayu. Kebaya masuk ke Indonesia pada abad ke-18, seiring dengan intensifnya penyebaran agama Islam. Habaya yang kemudian disebut habaya melengkapi kemben yakni busana tradisional perempuan Indonesia sebelum masuknya Islam. Kebaya diadaptasi untuk menutup kemben, sebagai perwujudan busana ajaran Islam yang harus menutup tubuh. (h.12)
Kemudian abad XVIII-XIX merupakan abad dimana datangnya pengaruh dari China dan Belanda. Pada abad ini banyak perantau China tinggal di Indonesia. Dari selera busana China Peranakan, muncul kebaya encim, yang mengadaptasi kebaya dengan teknik sulam, dengan bagian dada yang tidak dilipat serta ukuran kebaya yang lebih panjang hingga menutupi pinggul. Keindahan kebaya ada pada jenis kain dan hehalusan sulam. Sementara para Noni Belanda yang lahir dan tumbuh di Indonesia, pada saat ini juga tak mau ketinggalan mengenakan kebaya. Pengaruh kebaya dari belanda muncul pada pemakaian renda yang semula dikenal sebagai detil busana Eropa. Pada saai itu pengaruh China lebih kuat dari Belanda, karena pada awal abad XIX muncul kritik dan sinisme tajam dari bangsa Belanda, kepada perempuan Belanda yang mengenakan tata busana pribumi (kebaya), yang dianggap merendahkan martabat bangsa Belanda. Oleh karena itu, “Kebaya belanda” tidak berkembang.
Kemudian masuk kepada kebaya era Kartini. Tokoh emansipasi Perempuan, Raden Ajeng Kartini (lahir 1879 di Jepara, Jawa Tengah) juga mewariskan kreatifitas pada Kebaya sebagai buasana perempuan ningrat pada jaman itu. Masyarakat mencatatnya sebagai kebaya Kartini. Jenis ini mirip dengan kebaya encim, namun memakai aksen lipatan pada bagian dada. Panjang kebaya menutupi panggul. Pada jaman RA Kartini, tata busana khususnya kebaya mulai kreatif. Muncul kutubaru, yakni penutup dada yang menghubungkan bagian kanan dan kiri kebaya. Variasi kreasi lain, kebaya mulai memendek sebatas pinggul. Kebaya Kartini merupakan embrio pakem “Kebaya Indonesia.
Pada pertengahan abad ke-20 hingga tahun 1980-an, di Indonesia kita mengenal Kebaya ala Betawi, Sunda, Padang, Yogyakarta, Surakarta, Jawa Timuran, dan Bali. Spesifikasi kebaya etnik ini, memunculkan aksesori dan ragam hias dari masing-masing daerah. Kebaya biasanya dipadankan dengan kain tradisional setempat, misalnya : kain batik, songket, tenun. Oleh karena itu, kebaya selalu erat terkait dengan kain/tekstil tradisional. Kreativitas kebaya sekalipun sudah termasuk kontemporer, masih bersifat kedaerahan.
Pada akhir abada ke-20 (1990-2000-1n) kebaya semakin berkembang. Dengan berkembangnya dunia fashion, para perancang busana melakukan perubahan pada kebaya dengan menyertakan karakter atau ciri khas dari perancang itu sendiri . Masyarakat juga lebih kreatif dan inovatif, suka mencari hal-hal baru untuk membuat rancangan yang berbeda.